Berita Penting...Penerapan Pendidikan Mitigasi Bencana di Sekolah, Apakah Perlu?


Indonesia kembali berduka, gempa berkekuatan 7,4 SR dan tsunami melanda Palu dan Donggala. Gempa dan tsunami di Palu dan Donggala terjadi pada hari Jum'at, 28 September 2018 yang disusul dengan ratusan kali gempa berkekuatan lebih rendah daripada gempa 7,4 SR.

Ratusan nyawa dipastikan melayang akibat bencana alam tersebut, ratusan orang luka berat dan ribuan orang mengungsi. Rumah-rumah, bangunan sekolah, tempat ibadah dan berbagai bangunan lainnya banyak yang ambruk bahkan rata dengan tanah.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang rawan mengalami gempa bumi dan tsunami, hal tersebut dikarenakan Indonesia memiliki letak geografis yang berada di atas beberapa lempengan tektonik, di tengah-tengah daerah cincin Api pasifik, jalur gempa Alpide, dan memiliki banyak gunung berapi.

Menurut U.S Geological Survey (USGS), 80% gempa bumi terbesar di dunia terjadi di sepanjang cincin api pasifik. Cincin Api pasifik ini memiliki zona rekahannya yang panjang membentang dari mulai Chile, Jepang  hingga Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kondisi rekahan cincin api pasifik ini lah yang menyebabkan di Indonesia sering mengalami gempa bumi.

Mengetahui kondisi letak geografis Indonesia yang rawan mengalami gempa bumi, maka masyarakat Indonesia harus selalu siap siaga untuk mengantisipasi datangnya bencana alam yang tidak diduga-duga.

Semua pihak harus saling mengingatkan dan mengedukasi tentang mitigasi bencana alam ini, dengan harapan masyarakat bisa mengetahui dan memahami apa saja yang harus dilakukan jika suatu saat gempa bumi dan bencana lain datang. Dengan demikian diharapkan mampu meminimalisir jumlah korban jika bencana tiba-tiba melanda wilayahnya.

Lalu seperti apa peran pendidikan, dalam hal ini sekolah dalam melaksanakan mitigasi bencana alam? Untuk mengetahuinya, mari melihat bagaimana Jepang menerapkan sistem pendidikan mitigasi bencana untuk tingkat sekolah.

Belajar Diaster Education dari Jepang

Sama dengan Indonesia, Jepang merupakan negara yang berada pada sepanjang rekahan cincin api pasifik sehingga banyak mengalami gempa bumi. Sebagai bentuk antisipasinya, Jepang memiliki program diaster education, program ini dilaksanakan di berbaggai instansi negeri dan swasta termasuk di Sekolah.

Pelaksanaan diaster education ini dilakukan beberapa kali dalam setahun. Sementara itu pelaksanaan diaster education di Sekolah diperuntukan untuk seluruh tingkatan mulai dari tingkat TK, SD, SMP sampai SMA.

Setiap tahun tepatnya setiap tanggal 1 September, Jepang memperingati hari penanggulanagan bencana. Peringatannya diisi dengan melaksanakan diaaster drill di Seluruh Sekolah dari berbagai tingaktan, diaster drill ini dilaksanakan serentak secara Nasional di seluruh wilayah Jepang, terutama wilayah yang rawan mengalami gempa bumi dan tsunami.

Dalam pelaksanaannya, seluruh sekolah melaksanakan simulasi evakuasi jika terjadi gempa bumi dan tsunami. Tidak hanya anak-anak dan pihak sekolah, orang tua pun terlibat dalam kegiatan ini.

Simulasi dilakukan dengan serius dan sangat menyerupai situasi terjadinya gempa bumi dan tsunami. Berbagai cara dan teknik diajarkan kepada anak-anak dan disimulasikan oleh seluruh pihak yang terlibat.

Materi yang diajarkan dan disimulasikan dalam kegiatan diaster drill ini sudah dirancang dan disiapkan secara matang, materi yang disampaikan mulai dari hal-hal kecil seperti cara berlindung untuk menghindari reruntuhan bangunan sampai pada teknis evakuasi masal jika terjadi gempa dan tsunami yang sangat kuat.

Proses evakuasinya pun disimulasikan secara matang dan menyerupai kondisi aslinya. Pemilihan jalan, pemilihan cara menghindari bangunan dan cara menjauhi tempat yang mengalami kerusakan hebat pun disimulasikan oleh anak-anak dan pihak lainnya.

Adanya diaster drill yang dilaksanakan setiap tahun di Sekolah-sekolah Jepang merupakan langkah konkret upaya mitigasi bencana alam. Kegiatan tersebut setidaknya akan memberikan gambaran kepada anak-anak tentang langkah-langkah yang harus dilakukan ketika gempa bumi dan tsunami datang.

Anak-anak pun akan memiliki awarness yang tinggi akan kondisi tersebut sehingga selalu siap siaga jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami datang melanda.

Lalu bagaimana Pendidikan Mitgasi Bencana di  Sekolah Indonesia?

Sejauh pengalaman pribadi, tampaknya belum ada kegiatan khusus yang dilakukan secara rutin dan terprogram oleh sekolah untuk memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada anak-anak, khususnya kepada anak-anak yang berada di wilayah yang rawan gempa bumi dan tsunami.

Namun demikian Mendikbud Muhajir Effendy mengatakan bahwa pendidikan mitigasi bencana sebenarnya sudah masuk dalam kurikulum di Indonesia, hanya saja bentuknya tidak di dalam mata pelajaran (Metrotv news.com, 13/8/2018). Lebih lanjut dalam artikel tersebut belum disampaikan secara real bentuk dari pendidikan mitigasi yang bisa dilaksanakan oleh Sekolah di Indonesia.

Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi dan menyadari letak geografis Indonesia yang rawan gempa bumi dan tsunami, maka sebaiknya pendidikan mitigasi bencana ini harus menjadi bagian penting dari kegiatan di Sekolah.

Seperti halnya Sekolah di jepang yang rutin mengadakan diaster drill (simulasi tanggap gempa bumi dan tsunami) setiap tanggal 1 September, maka Sekolah di Indonesia pun, khusunya di daerah yang rawan gempa bumi dan tsunami perlu mengadakan hal yang serupa sebagai bentuk antisipasi jika terjadi gempa bumi dan tsunami.

Tentu saja untuk melaksanakan pendidikan mitigasi bencana ini perlu kerja sama semua pihak yang bertemali denganya, selain itu masyarakat pun diharapkan bisa berperan dan berpartisipasi aktif dalam melaksanakan kegiatan ini.

Jika pendidikan mitigasi bencana ini sudah terprogram dengan baik sejak dini melalui sekolah, maka setidaknya anak-anak dan masyarakat lainnya sudah mengetahui langkah dan cara jika terjadi gempa bumi dan tsunami melanda wilayahnya. Dengan demikian jumlah korban akibat terjadinya gempa bumi dan tsunami bisa diminimalisir semaksimal mungkin. Wallahu a'lam

Sumber

Post a Comment

0 Comments