Percaya Atau Tidak? Pilpres 2019 Versi Kitab Mandiyatul Badiyah


“Kejayaan nusantara akan terwujud setelah terjadinya hura hara (goro-goro) dengan tumbangnya kekuatan kuning dan merah oleh pemimpin adil bijaksana yang akan hadir pada tahun 1440 H (2019 M)”

Syahdan, sebuah hikayat dalam Kitab Mandiyatul Badiyah yang terkenal di Negeri Aceh, menyebutkan bahwa Syekh Abdul Rauf Syiah Kuala dan Sultan Iskandar Muda pernah mendapatkan wasiat dari Nabi Khidir AS. Hikayat inilah dipercaya oleh masyarakat Aceh dan sekitarnya sebagai Ramalan Syiah Kuala.

Sebenarnya ramalan seperti ini bukanlah hal yang asing di Nusantara. Dalam masyarakat Tanah Jawa dikenal dengan Jongko Joyoboyo atau Ramalan Jayabaya, beliau adalah salah seorang Raja yang diyakini memiliki kekuatan mistis mampu menerawang masa depan.

Ramalan Syiah Kuala yang wafat pada tahun 1699 H ini memberikan gambaran tentang perjalanan Negeri Aceh (Bilad al Asyi) dulu dan masa yang akan datang. Namun banyak orang yang berfikiran sempit dengan menganggap Negeri Aceh hanya sebatas provinsi ciptaan Belanda yang dilanjutkan oleh Soekarno. Padahal menurut penelitian British Academy London sampai dengan tahun 1850 M batas wilayah Negeri Aceh yang mendapat perlindungan Khilafah Usmaniah di Turki terbentang dari Bandar Aceh Darussalam di Barat sampai dengan Bandar Naairah (Banda Neira) di Kepulauan Ambon di Timur. Sementara dari Selatan terbentang dari Bandar Baali sampai Bandar Suulu dan Bandar Amanillah (Manila) di Utara.

Sebenarnya kurang tepat jika hal ini dikatakan sebagai ramalan. Dalam dunia spiritual Islami hal ini lebih tepat disebut sebagai Firasatul Mukmin yang sering dibahas dalam dunia sufisme. Dalam bahasa kontemporer disebut dengan penampakan atau penghilahatan. Jika hal ini datangnya dari Ulama maka boleh dikatakan ini sebagai ilham basyirah kepada kaum muslimin.

Dalam kitab berhuruf Arab kuno Kitab Mandiyatul Badiyah, penampakan Syiah Kuala dinukilkan sebagai berikut:

Bahwa lebih kurang dalam tahun 1260 Hijriah Negeri Aceh akan ditimpa bala bencana.

Bahwa dalam tahun 1320 Hijriah Aceh akan dikalahkan oleh kerajaan Ba yang datangnya dari pihak Barat.

Bahwa beberapa lama kemudian (lebih kurang) 45 musim kerajaan Ba dikalahkan oleh kerajaan Jim yang datangnya dari pihak matahari terbit.

Bahwa lebih kurang Empat musim kerajaaan Jim menguasai Negeri Aceh tiba-tiba ia keluar secepat mata karena ia dikalahkan oleh Peuraja ‘Ajam, Peuraja Gajah, Peuraja Cagee, Peuraja Singa dan barang sebagainya.

Setelah kerajaan Jim keluar maka negeri Aceh dan negeri di bawah angin lainnya atas usaha isi negeri itu akan berdiri satu kerajaan yang menaklukkan negeri Aceh dan negeri di bawah angin lainnya bernama kerajaan itu berawal dengan huruf Alif dan berakhir dengan huruf Jim.

Kerajaan itu akan berdiri sampai kuat, akan tetapi negerinya penuh huru-hara dan banyak pertumpahan darah. Rakyat melakukan banyak kemudlaratan dan kehidupan mereka susah, perdagangan mahal, pakaiaan dan makanan mahal, yang pandai malah tutup mulut, orang besar-besar banyak dusta, semua rakyat berpaling muka pada pembesar-pembesar itu, perampasan terjadi di tiap-tiap simpang, tidak bersenjata dan banyak orang pada masa itu sangat suka pada Merah dan Kuning dengan menanti yang tidak mengaku Allah dan bermusuh dengan agama yang ada di atas bumi ini.

Bahwa pada waktu itu umat Islam banyak tersesat karena kurang ilmu, kurang amal, lemah iman, banyak dosa. Ketika itu banyak umat Islam meninggalkan mazhab yang lama dan membuat mazhab baru dan itulah tanda huru-hara serta kutuk dan bala.

Manusia pada waktu itu banyak membuang adat-istiadat sendiri dan memakai adat-istiadat orang lain. Pada masa itulah manusia banyak meninggalkan syariat Nabi Muhammad saw. Pada waktu itulah orang negeri banyak mengikut huruf Enam dan ada juga yang suka kepada huruf garis Fa, Kaf, Jim, atau sama dengan Kaf, Mim, Jim, Nun dan Sin. Mereka itu tidak mengakui adanya Tuhan Rabbal ‘Alamin.

Bahwa nanti akan datang pada suatu masa rakyat akan bangkit dengan amarahnya seperti api berbara, bermaksud membela negeri dan bermaksud hendak melepaskan diri dari Kuning dan Merah, dan sebagainya. Akan tetapi kelakuannya bermacam-macam ragam. Dan pada akhirnya yang mengalahkan Kuning dan Merah itulah yang menang, yakni golongan yang tidak suka kepada pekerjaan atau perbuatan yang salah serta kokohlah ajaran Islam. Negeri aman, damai, adil, makmur seperti dahulu kala, yakni akan menang orang-orang yang beriman.

Pada tahun 1440 akan dipimpin oleh Pemimpin yang Adil dan Bijaksana, yang akan membawa kemakmuran negeri serta mengembalikan martabat agama.

Ulasan Penafsir

Jika kita perhatikan sejarah perjalanan bangsa Indonesia, terutama sejak dideklarasikannya Kerajaan Islam Demak pada tahun 1487 M oleh para Walisongo sebagai kelanjutan Kerajaan Majapahit dengan mengangkat Raden Fatah sebagi Sayyidin Khalifah Panatagama. Dan selanjutnya di Sumatera dideklarasikan Kerajaan Bandar Aceh Darussalam pada tahun 1515 M atau setelah dikuasainya Malaka oleh Penjajah Portugis, maka jelaslah wilayah Kesultanan Islam Nusantara telah terbentuk sebagai sebuah konfederasi para Sultan yang berhubungan erat dengan Khilafah Islamiyah di Turki. Kesultanan Islam Nusantara dari Bandar Aceh di Barat sampai dengan Bandar Maluku di Ambon adalah satu kesatuan kekuasaan Islam. Dimana orang Arab, Persia, India maupun Turki mengenalnya dengan Kesultanan Aceh Darussalam sebagai pusatnya. Dan Aceh juga dikenal sebagai Serambi Mekkah Nusantara karena peran sentralnya dalam penyebaran dan pengembangan Islam serta banyak membantu kemakmuran Mekkah. Salah satu bukti nyata peranan Aceh adalah banyaknya peninggalan waqaf Aceh di Mekkah, salah satunya adalah Waqaf Habib Bugak Aceh.

Sejak terbentuknya Kesultanan Aceh telah banyak terjadi peristiwa, sebagaimana disebutkan oleh Tengku Syiah Kuala dalam Kitab Mandiyatul Badiyah di atas. Peristiwa bencana besar pada tahun 1260 H dihubungkan dengan peristiwa bencana alam seperti genpa dan tsunami. Selanjutnya pada tahun 1873 dimulai perang dengan penjajah Belanda serta kemasukan penjajah Jepang dalam waktu singkat yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Namun bencana perang saudara masih dialami oleh masyarakat Aceh dalam peristiwa Revolusi Sosial maupun Pemberontakan DI-TII dilanjutkan dengan GAM dan bencana tsunami tahun 2004.

Maka sejak tahun 2005 masyarakat Aceh mulai menjalankan kehidupan normal dan otonomi khusus setelah diadakannya perjanjian damai antara GAM dan Pemerintah RI. Perdamaian ternyata belum dapat membawa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Dan di bawah kekuasaan Kuning dan Merah negara bangsa yang telah bersepakat ini mulai terancam kedaulatan dan masa depannya. Itulah yang disebutkan sebagaimana dalam poin 6, 7 dan 8 di atas.

Kini kita sedang memasuki era yang disebut dalam poin ke 9. Perjuangan untuk mengalahkan Kuning dan Merah sebagai jalan untuk kemenangan umat Islam. Dan sejak orde baru rezim Kuning (Golkar) berkuasa dan di alam reformasi muncul Merah (PDIP) yang berkoalisi melahirkan pemerintahan yang ditengerai disponsori oleh Kuning (Cina) yang Merah (Komunis). Maka Umat Islam harus mengalahkan Kuning dan Merah jika ingin menegakkan Islam di Indonesia.

Menurut firasat Syiah Kuala dalam kitabnya tersebut, akan terjadi huru hara dahsyat sebagaimana disebut dalam poin 9, persis sebagaimana disebutkan dalam Jongko Joyoboyo dengan bahasa akan adanya goro-goro atau kerusuhan masal rakyat.

Tentu sebagai bangsa yang demokratis, kita tidak menghendaki adanya huru hara dahsyat tersebut, namun jika demikian sudah digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa sebagai jalan kebebasan dan kemakmuran, maka bangsa Indonesia harus siap siaga menempuhnya, sebagaimana dahulu para pahlawan agung bangsa merebut kemerdekaan dengan pengorbanan darah dan harta.

Pada poin ke 10 disebutkan pada tahun 1440 (2019) perjuangan akan melahirkan pemimpin besar dan pemimpin adil yang akan membimbing bangsa menuju kemakmuran sejati. Pemimpin ini akan diuji dengan kemampuannya untuk mengalahkan Kuning-Merah dalam setiap lini perjuangannya. Pemimpin sejati ini tidak akan lahir dari sistem atau golongan Kuning-Merah dan antek-anteknya. Namun dia dengan golongannya akan berperang melawan Kuning-Merah sampai mendapatkan kemenangan sejati yang akan mengantarkan Indonesia Raya menuju Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur.

Penutup

Tentang ramalan ataupun firasat Tengku Syiah Kuala di atas, kebenarannya sebagian telah dibuktikan oleh sejarah. Selanjutnya kita serahkan kepada Allah Yang Maha Tahu.

Sebagai Muslim kita mesti yakin pada janji Allah. Hal ini sesuai dengan beberapa firmah Allah yang menyatakan bahwa bumi ini pada akhirnya memang akan diwariskan kepada kaum beriman, mereka yang tertindas, orang-orang saleh dan mereka yang bertakwa.

Musa berkata kepada kaumnya: “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al A’raf: 127-128)

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).” (QS. Al Qashas:5)

“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini diwarisi hamba-hamba-Ku yang saleh. Sesungguhnya (apa yang disebutkan) dalam (surat) ini, benar-benar menjadi peringatan bagi kaum yang menyembah (Allah).” (QS. Al Anbiya:105-106)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (QS. An-Nur:55).

Post a Comment

0 Comments